- KENTONGAN

Manfaat Kentongan
Awalnya, kentongan digunakan sebagai alat pendamping ronda untuk memberitahukan adanya pencuri atau bencana alam. Dalam masyarakat pedalaman, kentongan seringkali digunakan ketika suro-suro kecil atau sebagai pemanggil masyarakat untuk ke masjid bila jam salat telah tiba. Namun, kentongan yang dikenal sebagai teknologi tradisional ini telah mengalami transformasi fungsi. Dalam masyarakat modern, kentongan dijadikan sebagai salah satu alat yang efektif untuk mencegah demam berdarah.Dengan kentongan, monitoring terhadap pemberantasan sarang nyamuk pun dilakukan. Dalam masyarakat tani, seringkali menggunakan kentongan sebagai alat untuk mengusir hewan yang merusak tanaman dan padi warga.Kelebihan
Kentongan dengan bahan pembuatan dan ukurannya yang khas dapat dijadikan barang koleksi peninggalan seni budaya masa lalu yang dapat dipelihara untuk meningkatkan pemasukan negara.Kentongan dengan bunyi yang khas dan permainan yang khas menjadi sumber penanada tertentu bagi masyarakat sekitar. Selain itu, kentongan merupakan peninggalan asli bangsa Indonesia dan memiliki nilai sejarah yang tinggi. Perawatannya juga sederhana, tanpa memerlukan tindakan-tindakan khusus.Kelemahan
Kentongan masih banyak kita temui dalam masyarakat modern, namun fungsi kentongan sebagai alat komunikasi tradisional memiliki sejumlah kekurangan yang menyebabkan tergesernya kentongan tersebut dengan teknologi modern. Kegunaan kentongan yang sederhana dan jangkauan suara yang sempit menyebabkan kentongan tidak menjadi alat komunikasi utama dalam dunia modern ini.Era Globalisasi
Di era globalisasi sekarang ini alat komunikasi telah berkembang jauh melebihi batasan pemikiran sebagian besar manusia. Ketiadaan batasan ruang dan waktu membuat orang berlomba-lomba menciptakan beragam penemuan yang lebih praktis dan lebih luas jangkauannya.- SIRENE
Sirene biasanya diletakkan menjulang di tempat yang tinggi di ujung atas atap atau di sisi samping pos pemadam kebakaran, di atas struktur bangunan tinggi seperti menara air,ditempatkan menjulang dekat gedung pemerintahan,
di tempat-tempat strategis di lingkungan masyarakat , atau ditempatkan
secara sporadis di lingkungan masyarakat agar suara peringatan bisa
tercakupi untuk semua area. Kebanyakan sirene hanya memiliki satu jenis
nada atau suara Melihat cara kerja sirene secara umum, secara mekanis
sirene digerakkan oleh sebuah motor elektrik dengan rotor terpasang pada
shaft.
Beberapa Sirene versi terbaru secara elektronik digerakkan oleh
pengeras suara. Walau begitu versi sirene seperti ini bukanlah versi
yang umumnya ada. Sirene memiliki banyak tipe. Beberapa contoh tipe
sirene yang umum di Amerika Serikat diantaranya adalah tipe Federal
Signal Model 7, Model 2, Model 5, 3T22, Thunderbolt 1003, STH10, STL-10,
The ACA Banshee,dan Screamer and the Sterling (sekarang Sentry) sirene
Model M.
Di Indonesia, Sirene banyak digunakan untuk mobil-mobil layanan darurat seperti ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan petugas penegak hukum tertentu, kendaraan petugas pengawal kepala negara atau pemerintahan asing yang menjadi tamu negara, kendaraan polisi, dan kendaraan palang merah. Selain itu di Indonesia sirene juga digunakan sebagai peringatan bencana yaitu untuk peringatan dini tsunami, bukan ancaman bahaya angin tornado seperti di Amerika Serikat. Beberapa contoh daerah provinsi pesisir rawan tsunami yang telah dipasangkan sirene untuk peringatan dini tsunami adalah di pesisir pantai Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Bali. Sirene peringatan dini tsunami ini memiliki radius suara 2 hingga 3 kilometer dan seluruhnya ini dioperasikan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).
Sejarah Sirene ditemukan oleh seorang filsuf dari Skotlandia John Robison pada tahun 1799. Sirene buatan Robison saat itu digunakan sebagai sebuah instrumen musik ketimbang untuk memberi peringatan. Sirene itu berupa pipa-pipa yang terpasang pada sebuah organ. Sirene kreasi John Robison terdiri dari kunci pipa yang digerakkan melalui perputaran roda yang membuka dan menutup tabung berisi udara. Pada tahun 1819, Baron Charles Cagniad de la Tour mengembangkan teknologi sirene. Sirene kreasi De la Tour terdiri dari cakram yang dilubangi yang dijulangkan pada sumbu dalam outlet di tabung udara. Satu cakram diam sedangkan cakram yang satunya lagi berputar. Cakram yang berputar kemudian menyela aliran udara yang masuk dari cakram yang diam hingga kemudian muncullah nada atau suara.
Kini, di zaman modern, teknologi sirene sudah tidak lagi menggunakan cakram. Ketimbang menggunakan cakram, secara umum sirene zaman sekarang menggunakan dua silinder bertitik pusat yang memiliki celah sejajar dengan panjang mereka. Silinder bagian dalam berputar sedangkan yang lainnya tetap diam. Tekanan udara kemudian keluar dari silinder bagian dalam untuk kemudian keluar melalui celah silinder luar. Aliran udara yang ada secara periodik kemudian disela hingga kemudian menghasilkan suara. Setelah ditemukannya listrik, maka teknologi sirene kemudian berkembang lagi. Sirene digerakkan dengan tenaga motor listrik yang kemudian menggerakkan udara melalui sebuah kipas sentrifugal sederhana yang dipasangkan ke dalam silinder dalam. Untuk mengarahkan dan memaksimalkan suara, sirene kemudian dilengkapi dengan sebuah klakson yang berfungsi mengubah tekanan gelombang suara tinggi ke tekanan gelombang suara rendah di udara terbuka.
Di Indonesia, Sirene banyak digunakan untuk mobil-mobil layanan darurat seperti ambulan, kendaraan jenazah, kendaraan petugas penegak hukum tertentu, kendaraan petugas pengawal kepala negara atau pemerintahan asing yang menjadi tamu negara, kendaraan polisi, dan kendaraan palang merah. Selain itu di Indonesia sirene juga digunakan sebagai peringatan bencana yaitu untuk peringatan dini tsunami, bukan ancaman bahaya angin tornado seperti di Amerika Serikat. Beberapa contoh daerah provinsi pesisir rawan tsunami yang telah dipasangkan sirene untuk peringatan dini tsunami adalah di pesisir pantai Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bengkulu, dan Bali. Sirene peringatan dini tsunami ini memiliki radius suara 2 hingga 3 kilometer dan seluruhnya ini dioperasikan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).
Sejarah Sirene ditemukan oleh seorang filsuf dari Skotlandia John Robison pada tahun 1799. Sirene buatan Robison saat itu digunakan sebagai sebuah instrumen musik ketimbang untuk memberi peringatan. Sirene itu berupa pipa-pipa yang terpasang pada sebuah organ. Sirene kreasi John Robison terdiri dari kunci pipa yang digerakkan melalui perputaran roda yang membuka dan menutup tabung berisi udara. Pada tahun 1819, Baron Charles Cagniad de la Tour mengembangkan teknologi sirene. Sirene kreasi De la Tour terdiri dari cakram yang dilubangi yang dijulangkan pada sumbu dalam outlet di tabung udara. Satu cakram diam sedangkan cakram yang satunya lagi berputar. Cakram yang berputar kemudian menyela aliran udara yang masuk dari cakram yang diam hingga kemudian muncullah nada atau suara.
Kini, di zaman modern, teknologi sirene sudah tidak lagi menggunakan cakram. Ketimbang menggunakan cakram, secara umum sirene zaman sekarang menggunakan dua silinder bertitik pusat yang memiliki celah sejajar dengan panjang mereka. Silinder bagian dalam berputar sedangkan yang lainnya tetap diam. Tekanan udara kemudian keluar dari silinder bagian dalam untuk kemudian keluar melalui celah silinder luar. Aliran udara yang ada secara periodik kemudian disela hingga kemudian menghasilkan suara. Setelah ditemukannya listrik, maka teknologi sirene kemudian berkembang lagi. Sirene digerakkan dengan tenaga motor listrik yang kemudian menggerakkan udara melalui sebuah kipas sentrifugal sederhana yang dipasangkan ke dalam silinder dalam. Untuk mengarahkan dan memaksimalkan suara, sirene kemudian dilengkapi dengan sebuah klakson yang berfungsi mengubah tekanan gelombang suara tinggi ke tekanan gelombang suara rendah di udara terbuka.
SUMBER: WIKIPEDIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar